Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7

Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7 -Hai sahabat MOTIVASI. Sudah menantikan kelanjutan dari Novel hitam yang memotivasi yah..? Bagi anda yang belum membaca cerita sebelumnya silahkan baca disini.


Oh iya, Jangan lupa baca juga :

Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7
Ilustrasi Foto. Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7

TANPA BERLAMA-LAMA LAGI BERIKUT Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7.



***

            Tatapanku mengarah ke sungai, perasaan hanyut mengikut aliran dari air-air tersebut. Angin sepoi bersemilir meniup rambut yang sudah menyentuh pundak. Aku duduk dengan rasa putus asa, sendiri di tepi sungai, membiarkan rambut menutupi wajahku yang tengah menahan rasa derita. Sekali-dua kali ikan meloncat menangkap serangga yang beterbangan di atas air, para katak juga tak mau ketinggalan, turut ikut serta dalam pesta menyantap serangga. Apa yang orang-orang sebut dengan nama katak? “ Kota”, aku masih bingung, darimana bahasa itu berasal, apa sebabnya kota diartikan sebagai katak. Kalau aku bisa keluar dari sini, akan kuberitahu mereka seperti apa yang namanya “Kota” Itu.

            Suara berkrsk terdengar pelan dari belakang, aku tak mengubris, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, membiarkan dia yang berjalan mendekat, karena aku tahu siapa dia...

            “Selamo berteman dengan aku, aku sering melihat kau termenung disini sulung...”

            Itu suara Oli, ia ikut duduk di sebelahku, ikut memandangi aliran sungai yang sebagian tengah berlinang. Sudah beberapa tahun lamanya kami berteman, dugaanku sebelumnya benar, Oli ternyata benar-benar menyenangkan diajak menjadi teman, aku hanya mampu menganggapnya teman, meskipun.... Entahlah ada suatu perasaan aneh ketika aku berdampingan dengan dirinya, perasaan yang belum pernah aku rasakan ketika bersama dengan orang lain.

            Oli tumbuh menjadi wanita tangguh, namun lembut, meskipun ia penguasa hutan, jangan kau bayangkan kalau wajahnya seperi wanita yang yang tidak terurus, wajahnya anggun dan manis, ia menjadi terlihat semakin manis ketika tersenyum. Tak disangka, ditengah Rimba liar penuh hal-hal aneh disini, lahir sesosok wanita manis yang lekuk wajahnya tak kalah dengan cantiknya artis-artis itu.

            Jika kau tanya kepadaku siapa perempuan paling ahli ahli dalam membidik anak panah dalam hutan ini, Oli orangnya. Kau tahu, keahlianku dalam memainkan anak panah, menempatkan tepat ke arah sasaran, itu semau karena aku belajar dari wanita ini. Bertahun-tahun hampir setiap hari aku menyempatkan diri untuk belajar sebentar dengannya, meskipun kami sudah saling mengetahui kalau kami termasuk keluarga suku yang saling bermusuhan, Oli percaya kalau aku aslinya tidak lahir dalam keluarga suku aye-aye (Tentu saja, nampak jelas terlihat dari kulitku), itulah pula sebabnya ia tak menolak untuk berteman denganku. Aku juga tak mungkin menolak  berteman dengannya, karena aku tidak tahu dan tentu saja tidak termasuk ke dalam permusuhan antar kedua belah suku ini.

            “Kalau boleh tahu, apo yang selalu membuat kau sering termenung caca sulung...?” Ia bertaya lagi, melirik ke arahku.

            Hening sejenak. 

            “Aku tahu pertanyaan macam ini sering kuulang-ulang, tapi untuk kali ini caca, mohon jawab pertanyaanku ini..!” 

            Aku melihat ia sejenak, menarik napas panjang. Baiklah aku kuceritakan kisahku.

            Berjam-jam aku bercerita, Oli mendengarkan dengan baik, tanpa memotong sedikitpun, wajahnya memasang ekspresi simpati.

            Angin berhembus sedikit kencang, membuat rambut aku dan Oli menari-nari. Suara simpanse berkelahi terdengar dari hutan sebelah sungai.

            “Itu kisah yang sangat menyedihkan, caca. Maaf, telah membuat caca kembali mengingat kenangan menyakitkan itu...” 

            Lengang sejenak.

            “Aku jugo telah kehilangan keduo orangtuo...” Suara Oli serak. Perhatiannya jauh meninggalkan alam nyata, matanya sedikit sembab. Aku terhenyu, selama ini aku tidak pernah melihat gadis pedalaman ini sedih ataupun menangis, tapi lihatlah, kali ini matanya berembun. Menahan air mata yang sepertinya sulit sekali untuk ditampung. Suaranya yang lembut terdengar serak sekali. Oli bercerita seakan aku juga ikut menyaksikan kisahnya langsung.

            “Saat suku aye-aye dan suku kami berperang, ado banyak korban berjatuhan, baik itu dari suku mereko, maupun suku kami. Saat itu aku masih sangat kecil, melihat keadaan tengah memanas, aku dan ibu bersembunyi di dalam rumah. Namun ternyato salah satu dari rombongan suku aye-aye masuk, hendak membunuh kami menggunakan gading putih, ketiko itulah bapak datang, berusaho menolong, namun bapak tak sanggup melawannyo, perutnyo tembus oleh senjato lawan. Ibu jugo dibunuh. Ketiko io hendak membunuh aku, bantuan datang......” Oli sekarang menggenggam erat tanah, tangannya gemetaran,  “Untuk itulah, suatu saat aku akan membalas dendam ...”

            Jantungku berdenyut kencang ketika mendengar itu, laksana hujan tiba-tiba turun dengan petir ganas mengikutinya. Bagaiman ini, jika kedua-suku akan kembali berperang, apakah aku akan melawan sukunya Oli? Astaga, aku tidak akan sanggup bahkan untuk membayangkannya.

            Oli menyelipkan rambut hitam lurus panjangnya ke telinga, melemparkan tanah ke dasar sungai.

            “Untuk itulah sulung, jiko suatu saat nanti peperangan itu terjadi, kau harus lari sejauh mungkin, aku tak mau kau terbunuh. Jiko memang kau masih mau ikut berperang, kau akan menghadapi aku...” Lengang sejenak. Aku terdiam.

            “Kau tidak ado sangkut pautnyo dalam hal ini..”

            Aku memperhatikan Oli lamat-lamat, nasibnya ternyata sama menyedihkan seperti aku dan Ambong. Yah, meskipun Ambong terlihat konyol dan cerewet seperti itu, di lubuk hatinya juga menyimpan kesedihan yang amat dalam, aku pernah melihat Ambong menangis tersedu-sedu, sungguh sakit melihat teman yang selama ini terlihat cerewet, menangis. Meskipun terkadang menyebalkan, aku belajar banyak dari anak pedalaman satu itu, dari dia pula aku belajar arti kuat. Sama seperti Oli, Ambong juga kehilangan kedua orangtuanya ketika terjadi peperangan.

            “Apokah kau tahu asal-muasal suku saling berperang...?” Aku bertanya memecah lengang, setelah beberapa lama terdiam. Oli menggeleng, tidak tahu.





***


            Aku bukan lagi Sulung yang manja seperti dulu. Bolu sudah berangsur-angsur menghentikan olok-olokannya kepadaku, namun itu tidak otomatis membuat ia mengangguku.

            “Bagus Sulung, Hajar terus...” Ambong berteriak di tengah lapangan, yang lainnya bertepuk tangan. Aku dan Bolu dibanjiri keringat karena tanding, lebih-lebih sinar matahari yang menyengat membuat kulit terasa panas. Bolu sudah berhasil mendapatkan dua kali tendangan dari aku, dia tidak mampu membalas. Air mukannya terlihat sangat sebal.

            “Kau masih sanggup berdiri, Bolu..?” Kai menanyai Bolu yang duduk menahan sakit di perut. Bolu mengangguk “Aku tak akan kalah dengan penghianat macam ini orang...” Berusaha kembali berdiri.

            Aku agak terkejut mendengar perkataan Bolu, apa yang ia maksud sebagai penghianat? Selama ini meskipun ia begitu membenciku, ia tidak pernah mengatakan kalau “Si Sulung penghianat”.

            Angin panas sesekali meramaikan pertandingan kami, satu-dua daun melayang ke tengah lapangan bersamanya. Ambong sudah kembali berdiri, siap melawan aku kembali.

            “Bolu... kau mengalah sajo... Percumo melawan, kau takkan menang melawan si Sulung.” Ambong  yang duduk menonton, berteriak. Bolu tidak menghiraukan, masih fokus.

            Sekali-dua kali ia mengeluakan gerakan, bisa kuhindari. Kai terus memperhatikan kami. Tanpa basa-basi aku membalas Serangan Bolu, memberikan tendangan, pukulan sekaligus kuncian, membuat si Bolu tidak berdaya lagi untuk berkutit. Yang lain kembali bertepuk tangan, menyoraki Bolu.

            “Lumayan jugo kau sekarang, sulung...” Bolu berkata kesal, memijat-mijat bahunya. Tersenyum tidak senang, “Harus kuakui, kau memang orang hebat, hebat nian...” Dia bertepuk tangan pelan

            “Hebat nian... Sampai-sampai orang-orang di suku kami tidak mengetahui kalau si Sulung adalah seorang penghianat..”

            Aku benar-benar tidak mengerti apa yang dikatakan Bolu.

            “Apokah kau mau kalau rahasio besar kau kubongkar disini? Kalau kai dan yang lainnyo tahu tentang itu, pastilah kau akan diusir dari sini..”

            “Apa maksud kau, Bolu?” Kai memotong Bolu yang sibuk berkata.

            Ambong melirik ke arahku, “Apokah kai tahu kalau pemudo pute ini adalah seorang penghianat, kemarin aku melihat kalau Sulung duduk berduo dengan salah satu Rombongan suku pute.”

            Mataku membesar ketika mendengar itu. Gawat, ini akan terjadi masalah.

            “Mereko berduo jugo berencano untuk menyerang suku kito kai, Sulung kompak dengan wanito itu..” Si Bolu menatap sebal ke arahku.

            Astaga, Bolu benar-benar kelewatan, dia sudah membesar-besarkan cerita. Kai menatap ke arahku, suasana hening. Aku menggeleng, berusaha untuk membela diri. Ambong dan lainnya tertunduk diam.

            “Kai.. Kai percayo samo aku kan? Kai tidak percayo samo perkataan Bolu Kan?” Aku mencoba menekan gemetaran, agar Kai percaya denganku. Namun sayang, Kai sudah terlihat marah besar. Aku benar-benar akan mendapat masalah besar, ini sesuatu yang benar-benar serius.

BERSAMBUNGGG....

Nantikan kelanjutan dari kisah Novel "HITAM" yang memotivasi dan seru lainnya. Nantikan pula Novel-Novel Fiksi karya saya yang seru dan memotivasi lainnya.

Bagi anda yang tidak mau tertinggal postingan terbaru dari blog MOTIVASI ini, silahkan berlangganan lewat email pada form sebelah. Dan jangan lupa ya berkomentar di bawah ini, tapi jangan melakukan SPAM.


Profil penulis ada disini, mari berkenalan.


Tag : Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7, Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7

0 Response to "Kelanjutan Novel yang Memotivasi "HITAM" Episode 7"

Posting Komentar