UTS-ANDINI-SEMARANG (Part I)


UTS TRADISI ETNIK NUSANTARA
“EKSOTISME FOLKLORE ETNIK KOTA SEMARANG-JAWA TENGAH”
ANDINI BINAYUDA EKAWATI (4423107020)

 I.                   KOTA SEMARANG
·        Gambaran Umum Kota Semarang
   Semarang merupakan ibu kota provinsi Jawa Tengah, sekarang ini Semarang menjadi pintu  gerbang untuk memasuki daerah-daerah di Jawa Tengah. Berdasarkan garis astronomis, kota Semarang berada pada posisi  6° 50’ – 7° 10’ Lintang Selatan (LS) dan 109° 50’ – 110° 35’ Bujur Timur (BT). Kota Semarang memiliki luas wilayah 37.370 hektar atau 3.737 km2. Kota semarang sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah selata berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Lokasi dari Kota Semarang sendiri sekitar 466 km sebelah timur dari Jakarta, 312 km sebelah barat daya dari Surabaya, 624 km sebelah barat daya Banjarmasin. Secara klimatologis, kota Semarang kota berada di angka 26.6 ͦ C-28,8 ͦ C. Semarang memiliki dua iklim yaitu panas dan sejuk, iklim panas terdapat daerah-daerah pesisir sementara iklim dingin bisa dirasakan di daerah-daerah dataran tinggi seperti di lereng Gunung Ungaran. Secara demografis, penduduk Semarang pada umumnya adalah Suku Jawa. Agama terbesar yang dianut adalah agama islam. Namun, Semarang memiliki komunitas Tionghoa yang sangat besar yang sekarang bermukim di daerah Pecinan Semarang. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Semarang adalah bahasa Jawa yang digunakan sebagai alat komunikasi yang telah dipertahankan sejak ratusan tahun silam, bahasa Indonesia juga dijadikan bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari.

·        Sejarah Kota Semarang
     Asal-usul dari terbentuknya kota Semarang konon terjadi pada abad ke 8 Masehi dimana berawal adri sebuah daerah pesisir pantai bernama Pragota atau yang saat ini dikenal dengan Bergota. Dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno, dimana daerah Pragota ini di kiri-kanannya terdapat gugusan-gugusan pulau yang membentuk suatu daratan dan sekarang dikenal dengan naman Semarang. Bagian bawah kota Semarang dahulunya adalah sebuah laut dengan pelabuhan dimana dahulu Laksmana Cheng Ho berlabuh disini pada tahun 1405 M dan dari sinilah awal dari keberadaan kuil Sam Poo Kong atau Gedung Batu.
     Sejarah mengenai asal muasal nama Semarang terjadi pada abad ke 15 Sebelum Masehi dimana saat itu seorang penyebar agama islam dari Demak bernama Pangeran Made Pandan I atau Sunan Pandanaran menyebarkan agama islam sampai ke daerah yang subur. Semakin hari daerah tersebut semakin subur dengan limpahan kekayaan alamnya, namun disela-sela kesuburan tanahnya tumbuhlah pohon asem yang arang atau dapat dikenal dengan tumbuhan asem jawa. Dari situlah Sunan Pandanaran menggelari daerah tersebut dengan nama Semarang. Sementara itu untuk sejarah tentang hari jadi kota Semarang berawal dari sepeninggal Kyai Ageng Pandan Arang I yang menyerahkan tahta kerajaannya kepada putranta yang bernama Sunan Bayat atau yang dikenal dengan nama Sunan Pandanaran II. Pada masa pemerintahan beliau Semarang mencapai puncak kejayaannya hal ini membuat Sultan Hadiwijaya dari Pajang merasa tertarik dengan pertumbuhan Semarang yang kian hari semakin pesat. Untuk itu setelah bermusyawarah bersama Sunan Pandanaran II, maka dipilihlah tanggal 2 Mei 1547 atau bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 12 Rabilul Awal 954 H Semarang berubah status menjadi Kabupaten dan dipilihlah tanggal tersebut sebagai hari jadi kota Semarang. Semarang juga banyak terlibat pada masa pra dan pasca kemerdekaan RI, diantaranya adalah ketika pada tahun 1678 Raja Amangkurat II dari Mataram berjanji untuk menyerahkan Semarang kepada VOC untuk melunasi hutangnya. Ia mengklaim daerah Priangan sampai Pelabuhan adalah miliknya untuk melunasi hutang-hutangnya kepada VOC saat itu. Dan pada tahun 1705 susuhan Pakubuwono I menyerahkan sebagian Semarang kepada Belanda karena Belanda telah membantu dalam usahanya merebut Kartasura. Sejak itulah Semarang menajdi milik VOC dan berpemerintahkan pemerintahan Hindia Belanda. Maka tidak hean jika bangunan khas Belanda masih begitu kental ketika memasuki kota Semarang. Masa pemerintahan Belanda di Semarang mulai dari tahun 1906-1942 setelah itu masuk tentara Jepang dan Semarang berubah pemerintahan menjadi pemerintaha ala Jepang. Pada masa pemerintahn Jepang di Semarang banyak periwstiwa-peristiwa yang dipelopori oleh pemuda dengan tujuan untuk memerdekakan RI. Pada tanggal 15-20 Oktober terjadilah peristiwa pertempuran yang dikenal denga Pertempuran Lima Hari. Untuk itulah apabila kita mengunjungi Kota Semarang saat ini, kita masih bisa banyak mempelajari mengenai kehidupan masa pra dan opasca kemerdekaan di RI. Karena Semarang pernah menjadi saksi bisu dalam upaya kemerdekaan Republik Indonesia.

·       Tradisi dan kebudayaan Semarang
     Satu hal yang menarik dari tata cara tradisi dan budaya masyarakat Semarang  adalah adanya perpaduan dua unsur etnis dalam satu tradisi, ini dikarenakan di Semarang tidak hanya dihuni oleh masyarakat etnis Jawa, namun juga banyak masyarakat etnis Tionghoa yang bermukim disini. Maka, tradisi dan budaya di Semarang terlihat lebih cantik karena unsur Jawa Oriental yang begitu kental disini. Salah satu contoh budaya di Semarang yang terdapat unsur Jawa Oriental ini adalah Gambang Semarang atau Tarian Semarangan yang tidak hanya menampilkan keindahan seni tari, namun juga musik disertai lawakan-lawakan dalam setiap tampilannya. Dalam Tarian Semarangan atau Gambang Semarang ini menggunakan alat-alat musik seperti kendang dari Jawa Barat, bonang, kempul, suling, kecrek, gambang, sukong, konghayan, dan balungan. Gerakan ciri khas dari tarian ini berpusat pada tiga gerakan baku yang semuanya digerakkan dengan pinggul, yaitu ngeyek, ngondek, dan genjot. Sedangkan gerakan tangan (lambeyan) sebatas diarah mata. Tari gambang ini menggambarkan suasana ceria empat oang penari yang diceritakan sedang berkumpul dan berbincang-bincang. Tarian ini merupakan tarian yang gerakannya penuh semangat disertai dengan ekspresi-ekspresi berlebihan dari sang penari. Goyangan pada pinggul lah yang menjadi khas dari tarian ini. Goyangan pinggul tersebut apabila diperhatikan membentuk gelombang laut. Laut tersebut menggambarkan jajaran pantai yang menghiasi kota Semarang. Selain itu dari seni musik aa juga Gamelan, Orchestra Van Java Siapa bilang orang jawa tidak kenal orkestra? Jauh sebelum bangsa-bangsa Eropa datang, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mempraktikannya. Sejak jaman dinasti Syailendra pada abad ke-8 Masehi, nenek moyang Bangsa Indonesia sudah mengenal dan memainkan berbagai alat musik secara bersama-sama yang kemudian lebih dikenal sebagi Gamelan. Gamelan merupakan satu kesatuan utuh berbagai unsur alat musik yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan berasal dari bahasa Jawa 'Gamel' yang berarti memukul, diikuti akhiran '-AN' yang menjadikannya kata benda. Gamelan sangat mudah dijumpai di hampir seluruh wilayah pulau Jawa. Tentu saja ada beberapa perbedaan antara satu daerah dengan daerah yang lain akibat proses kebudayaan. Gamelan yang berkembang di Semarang adalah Gamelan Jawa. Selain di Jawa, gamelan juga dapat di temui di Madura, Bali, Lombok, dll. Dari semuanya, Gamelan Jawa diyakini sebagai yang tertua dan menjadi asal usul gamelan di daerah lain. Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia, terutama Jawa pada awal masa pencatatan sejarah. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Satu-satunya pengaruh India dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanyikannya. Gambaran tentang gamelan pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang dibangun pada abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan. Gamelan merupakan bagian yang tak terpisahkan pada hampir semua kegiatan seni dan budaya Jawa, seperti pertunjukan wayang kulit, Kethoprak, pementasan tari, uyon-uyon (pertunjukan seni tarik suara), dll. Gamelan bisa dipentaskan sebagai musik pertunjukan tersendiri atau sebagai musik pengiring dalam sebuah pertunjukan. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Seperangkat gamelan terdiri dari berbagai alat musik dan tiap-tiap alat musik mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Komponen utama penyusun alat musik gamelan di dominasi oleh unsur logam, bambu dan kayu. Alat-alat musik penyusun gamelan yaitu: Kendang, Saron, Bonang Barung, Bonang Penerus, Slentem, Jender, Gambang, Gong, Kempul, Kenong, Ketug, Clempung, Siter, Suling, Rebab, Bedug, Keprak dan Kepyak. Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan empat cara penalaan, yaitu slendro pelog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa. Slendro memiliki lima nada dasar dengan perbedaan interval kecil. Sedangkan Pelog memiliki tujuh nada dasar dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada. Gamelan adalah salah satu hasil kebudayaan yang sudah diakui secara internasional dan dipentaskan di lima benua. Bahkan PBB sudah menetapkan sebagai warisan budaya yang harus dilindungi dan di lestarikan. Untuk menikmati Orchestra Van Java, Anda bisa mengunjungi Gedung Ki Narto Sabdho, kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Jl. Sriwijaya No.29 Semarang, setiap hari Sabtu malam. Di TBRS anda bisa meyaksikan pertunjukan gamelan dan Wayang Orang yang dimainkan oleh kelompok Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo.
·        Makanan Khas dari Semarang
Semarang tidak hanya unik dari segi wilayah dan kebudayaan, dari segi kuliner Semarang juga menjadi tempat favorit untuk berburu kuliner-kuliner yang lezat dan legendaris. Salah satu contoh kuliner khas Semarang adalah Lumpia, makanan berisi campuran sayur, telur, dam ayam ini bukan hanya sekedar makanan lezat tapi sejarah mengenai makanan yang satu ini juga sangat menarik untuk di jadikan sebgai tambahan ilmu dalam hal kuliner nusantara. Semarang memiliki komunitas Tionghoa yang cukup besar. Itu sebabnya, beberapa makanan yang disajikan pun memiliki unsur khas Tionghoa. Lumpia misalnya. Menu ini banyak ditemukan di Semarang dan menjadi makanan khas yang kerap dijadikan buah tangan dari kota tersebut. Bisa dikatakan, keberadaan lumpia cukup mampu dipertahankan di tengah gempuran makanan modern yang semakin banyak dicari. Usia satu abad sejak ditemukan adalah bukti betapa panganan ini tetap digemari masyarakat. berdasarkan sejarahnya, konon lumpia Semarang diciptakan dan dirintis oleh pasangan suami-istri yang berasal dari dua kebudayaan serta negara yang berbeda, yaitu China dan Jawa. Pasangan suami-istri tersebut sebelum menikah memang dikenal sebagai penjual lumpia. Lumpia memiliki ciri khas pada bahan bakunya, yaitu rebung. Makanan yang memiliki proses akhir dengan digoreng atau tanpa digoreng ini mempunyai bahan pelengkap yang tidak boleh ketinggalan bernama lokio yang mirip seperti daun bawang, plus saus lumpia yang berwarna kecokelatan, juga rasanya yang agak manis. Terdapat pula acar bawang bombai yang memberi sensasi rasa asam serta cabai rawit. Di beberapa toko yang menjual lumpia, ada yang menggunakan daun selada dan bawang merah untuk menjadikan rasa sajian tersebut semakin istimewa.Di Kota SemaraNG ini ada lima ”aliran” lumpia Semarang dengan cita rasa berbeda. Pertama aliran Gang Lombok (Siem Swie Kiem), kedua aliran Jalan Pemuda (almarhum Siem Swie Hie), dan ketiga aliran Jalan Mataram (almarhumah Siem Hwa Nio). Ketiga aliran ini berasal dari satu keluarga Siem Gwan Sing–Tjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal pencipta lumpia Semarang, Tjoa Thay Yoe–Wasih. Aliran keempat adalah sejumlah bekas pegawai lumpia Jalan Pemuda, dan aliran kelima adalah orang-orang dengan latar belakang hobi kuliner yang membuat lumpia dengan resep hasil pembelajaran dari lumpia yang sudah beredar.Generasi tertua saat ini, yaitu generasi ketiga Siem Swie Kiem (65), tetap setia melayani konsumennya di kios warisan ayahnya (Siem Gwan Sing) di Gang Lombok 11. Keistimewaan lumpia Gang Lombok ini menurut sejumlah penggemarnya yang sempat ditemui di kios tersebut adalah racikan rebungnya tidak berbau, juga campuran telur dan udangnya tidak amis. Lumpia buatan generasi keempat dapat kita peroleh di kios lumpia Mbak Lien alias Siem Siok Lien (43) di Jalan Pemuda dan Jalan Pandanaran. Mbak Lien meneruskan kios almarhum ayahnya, Siem Swie Hie, yang merupakan abang dari Siem Swie Kiem, di Jalan Pemuda (mulut Gang Grajen) sambil membuka dua cabang di Jalan Pandanaran. Kekhasan lumpia Mbak Lien ini adalah isinya yang ditambahi racikan daging ayam kampung. Ketika awal mula meneruskan usaha almarhum ayahnya, Mbak Lien membuat tiga macam lumpia, yaitu lumpia isi udang, lumpia isi ayam (untuk yang alergi udang), dan lumpia spesial berisi campuran udang serta ayam. Tetapi, karena merasa kerepotan dan apalagi kebanyakan pembeli suka yang spesial, sekarang Mbak Lien hanya membuat satu macam saja, yaitu lumpia istimewa dengan isi rebung dicampur udang dan ayam. Adapun generasi keempat lainnya, yaitu anak-anak dari almarhum Siem Hwa Nio (kakak perempuan dari Siem Swie Kiem) meneruskan kios ibunya di Jalan Mataram (Jalan MT Haryono) di samping membuka kios baru di beberapa tempat di Kota Semarang. Di antara anak-anak almarhum Siem Hwa Nio ini ada juga yang membuka cabang di Jakarta. Bahkan ada cucu almarhum Siem Hwa Nio sebagai generasi kelima membuka kios lumpia sendiri di Semarang.Selain keluarga-keluarga leluhur pencipta lumpia semarang tersebut, sekarang banyak juga orang-orang ”luar” yang membuat lumpia semarang. Mereka umumnya mantan karyawan mereka.


0 Response to "UTS-ANDINI-SEMARANG (Part I)"

Posting Komentar