uas cindy-gorontalo


Cindy Aprina Mirasari
4423107052
UAS TRADISI ETNIK

                       
                     

Gorontalo
Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya Gorontalo merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember2000.
Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215,44 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1,038.585jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2010), dengan tingkat kepadatan penduduk 85 jiwa/km². Penjabat Gubernur Gorontalo yang pertama adalah Drs. Tursandi Alwi yang dilantik pada peresmian Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001. Tanggal ini selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi Gorontalo hingga sekarang (2011).
Sampai dengan September 2011, wilayah adminitrasi Provinsi Gorontalo mencakup 5 kabuapten (Kabupaten Boalemo, Bone Bolango, Gorontalo, Gorontalo Utara, dan Pohuwato), 1 kota (Kota Gorontalo), 75 kecamatan, 532 desa, dan 69 kelurahan. Data ini terus mengalami perubahan seiring dengan adanya proses pemekaran kabupaten/ kota, kecamatan, desa, atau kelurahan yang ada di Provinsi Gorontalo hingga sekarang.

Etnis Gorontalo menghadapi arus globalisasi dengan cara :
Kerukunan Umat Beragama Terus Dilestarikan
Foto
GORONTALO-Fenomena pergolakan di masyarakat yang dilatarbelakangi oleh persoalan sosial, ekonomi, politik, hukum, bahkan yang berlatarbelakang agama sulit dielakan. Perseteruan yang mengarah pada tindaka brutal dan anarkis, sering tersaji di masyarakat. Bukan hanya dilakukan oleh kelompok masyarakat biasa, tetapi para elit, pembesar bahkan yang berlatar belakang pendidikan tinggi pun turut terlibat dalam aksi-aksi tidak terpuji.
Kasubag Hukmas, KUB dan Umum Kanwil Kemenag Provinsi Gorontalo, H. Iswad Abd. Pakaya, S.Ag mengatakan, ancaman pergolakan tidak hanya ada dikalangan antar umat beragama sebagai dampak kemajemukan, tetapi diinternal agamapun tidak sedikit tindakan yang mengarah pada rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat. Yang sempat hangat beberapa waktu lalu, adalah munculnya kelompok yang menamakan dirinya sebagai Negara Islam Indonesia (NII). Yang disinyalir ingin merongrong kedaulatan negara, dengan maksud mendirikan negara lain di luar bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Memang hal ini merupakan persoalan internal suatu agama, namun karena sudah merambah pada upaya untuk merongrong kedaulatan negara, tentunya sudah menjadi tanggung jawab bersama tanpa melihat latar belakang yang ada," terang Iswad sembari menambahkan, dalam mewujudkan kedamaian di tengah-tengah masyarakat, tentunya keterlibatan semua komponen sangat dibutuhkan.

Sebagai bentuk partisipasi terhadap pelestarian kerukunan di masyarakat, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Gorontalo, setiap tahun menggelar dialog yang disebut Dialog Antar Umat Beragama, seperti yang digelar Sabtu (19/11), melibatkan seluruh komponen masyarakat khususnya para tokoh agama, melalui Program Peningkatan Kerukunan Beragama. Menghadirkan sejumlah pemuka Agama sebagai pembicara, seperti Ketua MUI Provinsi Gorontalo, Drs. KH. Abd. Rasyid Kamaru, Pdt. Jemmy Bambung, S.Th dan dari unsur Kepolisian, AKBP. Imam Subiyanto, termasuk Kakanwil Kemenag Prov. Gorontalo, Dr. H. Abd. Kadir Ahmad, MS.
Kegiatan ini kata Iswad, bertujuan untuk mengembangkan visi bersama dalam pembinaan kerukunan hidup beragama di Provinsi Gorontalo yang lebih dinamis dan menambah pemahaman tentang nilai-nilai keagamaan dalam mengembangkan program kerukunan umat beragama.
Gubernur Gorontalo melalui Plt. Sekdaprov, Drs. H. Arfan Arsyad, M.Pd ketika membuka kegiatan ini menyatakan, tantangan dalam pelaksanaan kehidupan beragama dirasakan semakin kompleks akibat modernisasi dan perubahan sosial di segala bidang. Bangsa Indonesia sedang menghadapi fase transisi demokrasi dan euforia keterbukaan informasi. Sejalan dengan bergulirnya arus globalisasi yang sudah barang tentu mempunyai implikasi positif dan negatif. Akibat dari semua itu kata Arfan Arsyad, kita menghadapi pula terjadinya perubahan peta kehidupan keagamaan. Segala tantangan yang ada sekarang berimplikasi pada beratnya tuntutan peran yang harus dijalankan Kementerian Agama. "Olehnya saya memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan yang digelar saat ini," terangnya. Dialog umat beragama yang dilakukan secara intensif, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan bahkan meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.
Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Gorontalo, Dr. H. Abd. Kadir Ahmad,MS,APU mengatakan, pelaksanaan Dialog Kerukunan Umat Beragama ini merupakan bentuk fasilitasi Kementerian Agama dalam pelayanan keagamaan. Rukun merupakan pilar kedua setelah ketaatan beragama, dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Artinya semakin taat orang beragama, maka kerukunan pun akan selalu tercipta. Dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedua hal ini tidak bisa dipisahkan, sebagai konsekuensi dari keberadaan kita dalam suatu bangsa yang besar, multi agama dan multi etnis, dan latar belakang yang sangat beragam. "Kadang-kadang kita diperlihatkan di masyarakat, orang mengklaim semakin taat tetapi semakin tidak rukun," ujar Kakanwil. Dialog ini dilaksanakan rangka membangun semangat kerukunan dan kepercayaan, yang selalu harus ditumbuhkan.
Demikian halnya Direktur Pemberdayaan Zakat, Dr. H. Rohadi Rohadi Abdul Fatah mewakili Wakil Menag RI mengatakan, dalam lawatannya disejumlah negara di Eropa termasuk di Vatikan, ternyata Indonesia menjadi contoh bagi negara-negara di Eropa dalam hal kerukunan. Olehnya itu ia berharap program-program kerukunan, baik dalam bentuk sosialisasi maupun dialog, agar terus dilakukan secara berkesinambungan. Pihaknya pun menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tinggi kepada masyarakat Gorontalo, hingga saat ini tetap menjaga kerukunan, meski diwarnai dengan kemajemukan agama, etnis dan budaya.

Pergeseran Tradisi Pada Kebudayaan Gorontalo :
http://parbudkominfo.files.wordpress.com/2011/11/wisata-budaya-tumbilotohe-di-gorontalo-300x220.jpg?w=267&h=167

Tumbilotohe yang dalam arti bahasa gorontalo terdiri dari kata tumbilo” berarti pasang dan kata “tohe” berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu. Tradisi ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan, telah memberikan inspirasi kemenangan bagi warga Gorontalo. Sebelum menyambut kemenangan di hari Raya Idul Fitri, di tengah nuansa kemenangan, langit gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya. Warga kemudian meyakini bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling indah untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT. Menurut sejarah kegiatan Tumbilo tohesudah berlangsung sejak abad XV, sebagai penerangan diperoleh dari damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Damar kemudian dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu.
Tradisi Tumbilo Tohe ini dilaksanakan pada 3 malam terakhir menjelang Hari Raya Idul Fitri, yaitu pada tanggal 27 hingga 30 Ramadhan, Ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan. Pemasangan lampu dimulai dari maghrib hingga pagi hari. Di masa lampau, pelaksanaan Tumbilotohe dimaksudkan untuk memudahkan umat Islam dalam memberikan zakat fitrah pada malam hari. Pada masa itu, lampu penerangan masih terbuat dari damar dan getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Seiring dengan perkembangan zaman dan berkurangnya damar, maka bahan lampu buat penerangan diganti dengan minyak kelapa, yang dikenal dengan lampu padamala dan kemudian diganti dengan minyak tanah. Lampu yang digunakan sekarang umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yang bagian tutupnya dipasangi sumbu. Sumbu yang dipakai adalah sumbu kompor (kompor minyak).
Saat malam tiba, “ritual” Tumbilotohe dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada sudut kota yang gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu – lampu botol di depan rumah- rumah penduduk tampak mempesona. Kota Gorontalo berubah semarak karena lampu – lampu botol tidak hanya menerangi halaman rumah, tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid. Tak terkecuali, lahan kosong petak sawah hingga lapangan sepak bola dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat seolah menyatu dalam perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di lahan – lahan kosong nan luas, lampu – lampu botol itu dibentuk gambar masjid, kitab suci Al Quran, sampai tulisan kaligrafi. Lampu – lampu ini di pasang berjejer di depan rumah, di pagar, maupun di pinggir jalan mirip jemuran. Jumlahnya pun beragam, tergantung dari luas halaman rumah.
Tumbilotohe menjadi semacam magnet bagi warga pendatang, terutama warga kota tetangga, Manado, Palu, dan Makassar. Banyak warga yang mengunjungi Gorontalo hanya untuk melihat Tumbilo tohe. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka kita akan menyaksikan Tumbilo tohe dari berbagai ragam bentuk. “Sangat indah apabila kita berjalan pada malam hari” itulah ungkapan pada kebanyakan orang yang memanjakan mata sepanjang perjalanan.
Beberapa atribut yang menjadi pelengkap dalam tradisi tumbilotohe, di antaranya sebagai berikut :
  1. Tohe
Ini atribut yang paling penting, Tohe artinya Lampu. Terbuat dari botol bekas atau minuman kaleng. Dan ini ribuan jumlahnya. Dipakai sumbu kompor, dan di gantung pada sepotong kayu atau kawat yang berjejer. Ada juga yang diletakkan diatas tanah, Semakin banyak lampunya, semakin indah kelihatan.
2.      Alikusu
Kerangka pintu gerbang dalam bahasa gorontalo disebut Alikusu. Alikusu terdiri dari bambu kuning, dihiasi janur, pohon pisang, tebu & lampu minyak yang diletakkan di pintu masuk rumah, kantor, mesjid dan pintu gerbang perbatasan suatu daerah. Pada pintu gerbang terdapat bentuk kubah mesjid yang menjadi simbol utama alikusu. Warga menghiasi Alikusu dengan dedaunan yang didominasi janur kuning. Di atas kerangka itu digantung sejumlah buah pisang sebagai lambang kesejahteraan dan tebu lambang keramahan, dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
3.      Bunggo

Bunggo adalah meriam bambu. Ini merupakan permainan favorit masyarakat gorontalo di bulan puasa. Saling balas, saling adu kerasnya bunyi meriam bambu menjadi khas dalam permainan bunggo. Bunggo terbuat dari bambu pilihan yang dilubangi kecil itu sebagai tempat menyulut api hingga bisa mengeluarkan bunyi letusan. Sembari menggempur kampung dengan bunyi meriam, para remaja dan anak-anak berseru membangunkan warga agar tidak kebablasan tidur. Selengkapnya tentang Bunggo, dapat Anda baca di sini
4.      Tonggolo’opo
Lampion Bambu dalam bahasa Gorontalo disebut Tonggolo’opo. Terbuat dari bambu besar yang ujungnya dibelah sesuai besarnya diameter bambu, dan didalamnya di letakkan batok kelapa. Sehingga membentuk jari – jari yang nantinya akan di balut dengan kertas warna – warni. Dan di dalamnya di pasang lampu botol.
5.      Morongo
Obor dalam bahasa Gorontalo disebut Morongo. Penerang jalan yang terbuat dari sepotong bambu kuning atau sejenisnya yang berdiameter kecil, sedang dan besar tergantung dari si pembuat, dan didalamnya di isi minyak tanah serta sumbu yang terbuat dari kain atau sabut kelapa kering, Morongo ini banyak digunakan oleh anak – anak atau remaja masjid yang turut memeriahkan malam ritual Tumbilo tohe.
Masih banyak kreasi dan atribut yang menjadi pelengkap malam pasang lampu (Tumbilotohe) di Gorontalo. Kelima atribut di atas adalah yang paling menonjol dan paling banyak di gunakan masyarakat gorontalo. Setelah melalui tahapan dari menggunakan damar, minyak kelapa, kemudian minyak tanah, Tumbilo tohe ini mengalami pergeseran seni budaya. Hampir sebagian warga mengganti penerangan dengan lampu kelap – kelip dalam berbagai warna memakai jasa listrik. Akan tetapi, sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai lampu botol yang dipajang di depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau bambu. Mari lestarikan budaya daerah gorontalo. Akankah kita biarkan tradisi ini hanya menjadi dongeng buat anak cucu kita kelak.?

Potensi Tambang di Gorontalo: Berkah Atau Ancaman?

Pertambangan mineral dan batubara yang ada dalam wilayah hukum Indonesia, merupakan kekayaan alam tak terbarukan, memegang peranan yang sangat penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu dikuasai oleh negara untuk mencapai kemakmuran bagi masyarakat.
Usaha pertambangan mineral dan batubara merupakan kegiatan usaha yang mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional serta pembangunan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan memiliki peranan yang penting baik bagi pertumbuhan ekonomi, maupun bagi pembangunan baik pada tingkat nasional atau daerah.
Selain itu sektor pertambangan juga berperan dalam memberikan multiplier effect secara ekonomi terutama sebagai sumber pendapatan bagi daerah-daerah yang tertinggal. Kegiatan usaha pertambangan mempunyai dampak positif yakni meningkatkan devisa negara serta pendapatan asli daerah. Keberadaan wilayah pertambangan sangat membantu dalam pembangunan nasional dan daerah. Di bidang ketenagakerjaan, usaha pertambangan banyak menyerap tenaga kerja baik dalam skala nasional maupun internasional. Terlepas dari dampak positif, maka usaha pertambanganpun seyogyanya dikelola dengan memperhatikan prinsip pengelolaan lingkungan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.
Keberadaan usaha tambang di Indonesia, banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan. Penyebabnya adalah timbulnya dampak negatif dalam pengusahaan bahan galian sebagai akibat dari usaha pertambangan. Dampak negatif dari keberadaan usaha pertambangan seperti, rusaknya hutan di daerah lingkar tambang, tercemarnya laut, memungkinkan terjangkitnya penyakit bagi warga masyarakat yang bermukim di daerah wilayah tambang, serta konflik antar masyarakat lingkar tambang dengan perusahaan tambang (H.Salim, HS).
Relevan jika dikatakan bahwa usaha pertambangan berpotensi cukup besar memberikan dampak timbulnya kerusakan lingkungan jika tidak dikelola sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dampak langsung dari kegiatan pertambangan adalah kerusakan ekologis. Tambang termasuk sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu rusaknya kawasan tambang akan menyebabkan rusaknya ekosistem dan pada akhirnya dapat menyebabkan ketidakmampuan masyarakat dalam memperoleh lingkungan yang sehat (Sus Yanti Kamil).
Para ahli menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam saat ini telah membawa masalah yang sangat serius serta harus dicari solusi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Masalah yang dimaksudkan adalah belum adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan pembangunan ekonomi di satu sisi, dengan kepentingan ekologi di sisi lain, bahkan terkadang saling mengabaikan. Usaha pertambangan dan lingkungan hidup, diibaratkan bagai dua sisi mata uang. Tambang berorientasi pada eksploitasi, sedangkan lingkungan berorientasi pada pelestarian fungsi. Mungkinkah keseimbangan pengelolaannya dapat diwujudkan pada tataran empirik, sehingga benar-benar mampu memberikan kemanfaatan bagi semua pihak baik generasi kini maupun generasi yang akan datang, demi sustainabilitas kehidupan bersama??? Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang komprehensif dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Pada bidang pertambangan, permasalahan berkaitan dengan lingkungan cenderung diabaikan, seperti pencemaran yang timbul akibat penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri, juga masalah berkaitan dengan terjadinya keasaman pada tubuh air (acid mine drainage) sebagai akibat penggunaan logam berat yang dapat mengakibatkan pencemaran. Kondisi seperti ini sudah merupakan masalah pertambangan di seluruh dunia dan juga perusahaan tambang multi nasional termasuk Indonesia maupun tradisional yang membutuhkan biaya pemulihan sangat mahal.
Hal ini tentunya mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengelolaan lingkungan (Otto Sumarwoto). Di Jepang misalnya, persoalan lingkungan termasuk masalah yang cukup aktual dibicarakan. Pencemaran lingkungan terjadi pada usaha tambang tembaga, yaitu Ashio Copper Mine, yang pada waktu itu berlokasi di daerah hulu Sungai Watarase, bagian utara wilayah Kanto. Penduduk di wilayah tersebut menemukan ikan mati karena buangan toksit yang berasal dari tambang tersebut.
Selain itu juga, sungai sering banjir, dan berulang kali panen gagal. Pencemaran tersebut menimbulkan dampak negatif yakni terganggunya kesehatan penduduk. Kasus lainnya adalah tercemarnya methyl mercury, yang menimbulkan penyakit aneh di masyarakat. Masalah di Teluk Minamata ini dianggap sebagai salah satu issue penting mengenai adanya pencemaran lingkungan di Jepang (Kusnadi H). World resource tahun 2005 melaporkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 43 juta hektare atau setara dengan luas gabungan negara Jerman dan Belanda.
Kenyataan ini jelas mengancam ketersediaan cadangan sumber daya kolektif yang disebabkan oleh agresivitas individu ataupun badan hukum yang cenderung memaksimalkan hak-haknya secara berlebihan, meskipun legal tanpa mempertimbangkan kepentingan publik (Hayan Ul Haq, Kompas). Kenyataan di atas seyogyanya harus disikapi secara dini, mengingat Provinsi Gorontalo adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi bahan galian. Berdasarkan data hasil penyelidikan terdahulu yang berasal dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo serta Hasil Inventarisasi Direktorat Sumberdaya Mineral, potensi bahan galian di Gorontalo antara lain potensi Mineral Logam, seperti emas (Au), Tembaga (Cu), Perak (Ag). Bahan Galian Non Logam seperti, granit, batugamping, lempung, andesit, sirtu, serta gypsum (artikel ini ditulis Denni Widhiyarta, diakses http://psgd.bgl.esdm.go.id diakses tanggal 22 April 2011).
Potensi kekayaan alam ini hanya akan memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya jika dilakukan melalui intervensi di dalam kewenangan mengatur dan mengurus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada melalui beberapa strategi antara lain, menciptakan produk hukum di daerah yang secara substantive mampu dalam mewujudkan green mining dan good mining practice.
Menjadikan izin sebagai instrumen pengendali, instrumen yuridis yang sifatnya preventif, dan bukan sebagai pintu gerbang untuk melakukan pengrusakan. Pada akhirnya dibutuhkan, komitmen bersama, tanggung jawab moral serta hukum untuk mewujudkan hal tersebut, sehingga potensi tambang benar-benar menjadi berkah, dan bukan malah menjadi ancaman bagi untuk umat manusia.
Relasi Alam Dengan Masyarakat Gorontalo :
2.      RITUAL DAYANGO DAN PROSESINYA
1.      Pengertian
Kata dayango dalam bahasa Indonesia artinya menari. Seni ritual dayango artinya upacara pemujaan dalam bentuk tari-tarian yang dilakukan diatas beling-beling tajam dan bara api yang menyala. Ritual dayango berawal dari pemujaan ‘animisme’ yaitu memanggil roh atau arwah leluhur untuk bangkit dari kubur.
2.      Prosesi Upacara Ritual Dayango
1.      Pelaksanaan
Pelaksana upacara ini diawali dengan adanya kerabat keluarga pihak yang sakit baik itu orang tuanya, baik bibinya dan pamannya beserta keluarga yang masih bertalian darah dengan si penderita sakit memiliki keinginan untuk melaksanakan ritual ini. Pelaksana dayangoberkewajiban menyiapka alat dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam upacara. Disamping itu pelaksana dayango berhak menunjuk waktu dan tempat pelaksanaan upacara.
Pelaksana dayango menyatakan akan bertanggung jawab terhadap akibat-akibat yang terjadi pada pelaksaanan ritual ini. Peryataan itu diungkapakan secara lisan di depan aparat desa.
2.      Penyiapan perizinan dan undangan
Seminggu sebelum pelaksanaan dayango, pelaksana meminta izin secara lisan kepada aparat pemerintah berupa Kepala Desa (Taudaa), Kepala Dusun (podu) maupun kepada Sekertaris Desa (Julutuli) dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang dianggap berpengaruh.
Atas persetujuan aparat, pelaksana menentukan tempat dan waktu pelaksanaan. Biasanya dayango diadakan di lapangan, maupun halaman rumah baik siang atua malam hari. Hal yang dipertimbangkan biasanya dalam hal kondisi pasien, biasanya kalau pasien sudah parah keluarga akan meminta diadakan di halama rumah mereka.
3.      Penyiapan Alat dan Bahan
Alat bahan yang digunakan biasanya disiapkan oleh pelaksana dayango maupun penari dayango. Alat dan bahan yang disediakan berupa, benda-benda tajam, linggis, parang, pecahan beling atau bahan berupa bulewe pucuk pinang, daun.
1.      Prosesi Upacara
2.      Persiapan
Persiapan awal berupa menata alat dan bahan yang akan digunakan seperti menempatkan beling dan bara api, menyiapkan benda-benda tajam lainnya menduduki pasien atau dibaringkan dekat perapian.
2.      Acara inti
Pemimpin dayango menyalakan dupa dan mengucapkan mantra-mantra. Dengan menggunakan pucuk pinang sang dukun menyapu sekujur tubuh pasien. Jika terdengar suara teriakan keras maka saat itulah rebana akan mulai berbunyi sebagai panggilan sang pemimpin untuk menari bersama.
Mendengar teriakan ini seluruh dukun bangkit dan menari dengan gerakan–gerakan sebagai berikut :
·         Menggetarkan seluruh badan (posisi penari mengelilingi pasien)
·         Menggetarkan seluruh persendian tubuh (posisi penari tidak beraturan)
·         Gerakan melompat-lompat dengan ujung kaki (posisi penari tidak beraturan)
·         Para dukun kemudian memasuki arena bara api.
·         Sebagian dukun memamerkan kemahiran beramain dan berdemonstrasi dengan benda-benda tajam diatas bara api tersebut.
·         Kurang lebih satu jam kemudian acara ditutup dengan serentak menghentikan gerakan tari dan bacaan mantra dari dukun.
3.      Penutup
Pada akhir prosesi ini penari mengerumuni pasien dan dengan mengeluarkan tenaga(mana) yang mereka dapati dari roh-roh dari dalam tubuh mereka dan menyalurkan kepada si pendertita sakit guna untuk mengeluarkan sisa–sisa penyakit dari si pendertita sakit tersebut.
Tahukah kalian Tradisi Modern Pada Mayarakat Gorontalo saat ini?

Ya, ada juga tradisi Tumbilotohe, tradisi Gorontalo ratusan tahun.


Tumbilotohe merupakan tradisi masyarakat daerah Gorontalo pada 3 malam terakhir bulan puasa ramadhan. Tradisi ini telah berlangsung selama ratusan tahun sejak abad XV

Tumbilotohe sesuai dengan namanya "tumbilo(=pasang)" dan "tohe(=lampu)", yaitu acara menyalakan lampu. Lampu yg digunakan sekarang adalah lampu minyak (minyak tanah) yg umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yg bagian tutupnya dipasangi sumbu. Sumbu yg dipakai adalah sumbu kompor (kompor minyak). Konon zaman dulu katanya pake damar, trus ganti jadi minyak kelapa, sekarang minyak tanah(menurut sejarah daerah).

Lampu2 ini di pasang berjejer di depan rumah, di pagar, maupun di pinggir jalan mirip jemuran. Jumlahnya pun beragam, tergantung luas halaman rumah & luas dompet pemilik rumah he..he..(uang buat beli minyak + lampunya). Kalo ada sponsor-nya jangankan halaman rumah, sawah pun dipasangi lampu. Anda bisa bayangkan kalo sawah satu hektar dipasangi lampu tiap 1 meter berarti ada 100 ribu lampu. Tapi anda akan melihat seakan2 ada 200ribu lampu karna ada 100 ribu bayangan lampu di permukaan air (sawah kan ada air-nya) .

Ada beragam versi mengenai latar belakang tradisi ini. Ada yg bilang menyambut malam lailatul qadar supaya orang kagak tidur, tapi beribadah. Ada yang bilang menyambut idul fitri, dan lain2. Apapun alasan-nya, kita pandang saja sebagai "budaya orang gorontalo".(soalnya kalo dikait-kaitkan dengan agama nanti jadi bid`ah)

Tradisi turun temurun ini menjadi ajang hiburan masyarakat setempat. Malam tumbilotohe benar-benar ramai, bisa di bilang festival paling ramai di gorontalo. Apalagi kalo diselenggarakan lomba antar kampung atau kecamatan, wah makin ramai tuh. Kalo ada foto udara, anda bisa menyaksikan gorontalo terang bercahaya.

Pengalaman pribadi, di rumah saya biasanya masang 150 buah lampu minyak. siang hari menyiapkan lampu-lampu, kalo ada yg rusak, di perbaiki, kalo nemu kaleng/botol bekas (biasanya kaleng sarden atau botol minuman suplemen) ya di bikin lampu supaya tambah banyak dan tambah rame. Biasa-nya nyokap marah2 kalo lampu-nya jadi banyak, soalnya biaya buat beli minyak tanah nanti membengkak ha..ha..ha.. Malam hari jalan-jalan sekitar kampung, kadang-kadang naik sepeda atau numpang mobil orang untuk ikut menyaksikan "ilumination" di kampung sebelah, bahkan sampe di kota. Benar-benar mengagumkan! Pulang-pulang biasanya bawa hadiah pakaian sedikit bernuansa hitam berkat asap lampu minyak, kalo anda mengupil (maaf kurang sopan) anda bisa menyaksikan hitam-nya lubang hidung anda polusi udara yg dimaafkan dan disukai)

Namun harga BBM yg mencekik membuat festival Tumbilotohe sekarang tidak se-ramai dulu. Beruntung sekali gua masih sempat merasakan "the real tumbilotohe". Menurut kabar dari harian kompas, hanya sekitar 30 persen warga yg melakoni tradisi tumbilotohe tahun ini. Kasihan ya melihat ini tapi mau gimana lagi, buat masak aja susah, apalagi harus masang lampu.
Pelestarian Tradisi Pada Era Globalisasi
Banyak hal dapat dilakukan sebagai apresiasi dari rasa cinta pada budaya, khususnya kebudayaan daerah. Berbagai aktifitas dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah mulai muncul dari berbagai kalangan seiring timbulnya kesadaran bahwa bila bukan kita yang melakukan upaya pelestarian budaya, maka tak dapat dihindari lama-kelamaan budaya adiluhung dari bangsa kita akan semakin tergeser dan terpinggirkan oleh budaya asing yang datang bertubi-tubi.
Munculnya kesadaran terhadap upaya pelestarian budaya diberbagai kalangan ini memang perlu disyukuri, sebab bukan saja orang-orang tua yang melakukan kegiatan-kegiatan sebagai upaya pelestarian budaya di kalangan masyarakat tetapi berbagai instansi dan bahkan di kalangan pemuda, mahasiswa, dan anak-anak mulai ditanamkan kecintaan terhadap budaya daerah yang pada akhirnya akan menimbulkan kesadaran terhadap upaya pelestarian kebudayaan daerah.
Berbagai kegiatan diberbagai instansi dan kalangan masyarakat dalam upaya pelestarian kebudayaan seperti Seminar Budaya, Pentas Budaya, Pekan Budaya telah banyak dijumpai dalam berbagai moment seperti peringatan Hari Jadi sebuah kota atau suatu instansi. Semangat ini perlu terus dijaga dan dikembangkan bukan saja sebagai upaya membendung pengaruh negatif dari budaya asing yang tidak lagi dapat dihindari di zaman globalisasi modern ini, tetapi sebagai upaya kaderisasi di kalangan pemuda untuk lebih mengenal dan mencintai budaya sendiri.

0 Response to "uas cindy-gorontalo"

Posting Komentar