"LESTARIKAN KESENIAN TARI GANDRUNG"



Kesenian tradisional adalah salah satu aset bangsa yang sangat berharga baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Sebagai aset ekonomis, kesenian tradisional terbukti memiliki nilai komersil yang tinggi dengan banyaknya apresiasi dari dunia internasional. Namun lebih penting lagi, kesenian tradisional adalah warisan budaya yang memiliki arti penting bagi kehidupan adat dan sosial karena di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan, dan tradisi, serta sejarah dari suatu masyarakat lokal. Sebagai suatu konsep hukum yang berasal dari kebudayaan barat, secara tradisional sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak memahami filosofi dasar Hak Kekayaan Intelektual. Masyarakat ternyata tidak menganggap kebudayaan tradisional yang mereka miliki sebagai ”miliknya”, masyarakat rela apabila ada pihak lain yang menggunakan pengetahuan tersebut meskipun tanpa persetujuan terlebih dahulu karena beranggapan bahwa semakin banyak digunakan maka semakin bermanfaat pula pengetahuan itu dan ketika di akui pihak lain baru masyarakat menyadari bahwa kekayaan kebudayaan miliknya itu hilang atau di curi oleh pihak lain oleh karena tidak adanya rasa bangga terhadap kebudayaan miliknya.
Salah satu aset kesenian tradisional yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia yaitu TARI GANDRUNG. Gandrung Banyuwangi itu, dalam bahasa Jawa Gandrung artinya tergila-gila atau cinta habis-habisan. Kesenian tradisional ini melibatkan seorang wanita penari yang tentunya profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan sehari-harinya biasanya kesenian ini dimulai dari malam hari hingga subuh (pagi hari). 


Ciri khas popular dari wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa memiliki bentuk kesenian yang di dominasi tarian dengan orchestra, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

TAHAPAN TARI GANDRUNG
Dalam Pertunjukan Tari Gandrung yang asli biasanya dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
a) Jejer
Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.
b) Maju atau Ngibing
Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari
c) Seblang subuh
Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.
Musik pengiring Tari Gandrung
Untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethulk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang(pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saronBali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi.

Sejarah Tari Gandrung

            Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari          terakhirnya,    yakni   Marsan.
            Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
            Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.
Gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu. Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

TATA BUSANA TARI GANDRUNG

Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan) yang tampak:


  •          Bagian Kepala

Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.
            Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.
  • Bagian Tubuh

Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.
  • Bagian Bawah

Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya. Dan terakhir ornamen yang selalu dibawa adalah kipas, dahulu seorang penari membawa dua buah kipas sekarang hanya satu kipas saja untuk bagian-bagian tertentu disetiap pertunjukan.
  •   Lain-lain

Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.
PERGESERAN BUDAYA
Sekarang banyak sekali generasi muda yang tidak memahami bahkan tidak pernah tahu dengan kesenian gandrung ini. Seni Budaya yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan oleh generasi muda,  sekarang tidak pernah terjamah oleh masyarakat diluar Banyuwangi. Sebagian besar masyarakat di luar Banyuwangi tidak tahu tentang adanya kesenian ini, sekalinya tahu-pun hanya menyamakan gandrung dengan dangdut. Yang tentunya sangat berbeda sekali antara dangdut dan Gandrung. Kita sebagai generasi muda harus terus ikut membantu mengembangkan dan melestarikan Budaya Indonesia agar tidak punah, contohnya kesenian Gandrung ini sebagai salah satunya dari sekian banyak kesenian di negeri ini. Jangan sampai negara lain mengambil salah satu kesenian kita, baru kita mengakui kalau kebudayaan itu milik Negara ini. Sungguh memalukan Negara yang mempunyai banyak sekali kebudayaan tetapi kita sebagai warga negara itu sendiri tidah pernah tahu kebudayaan itu.
Saya selaku penulis ingin mengajak para pembaca untuk menghargai dan menjaga serta melestarikan semua seni yang ada di negeri ini agar tidak punah dan diambil negara lain. Sebagai warga negara Indonesia,kita wajib melestarikan budaya-budaya negara kita sendiri agar tidak luntur atau hilang. Contohnya seperti Tari Gandrung ini. Karena budaya yang kita punya dapat mencerminkan kepribadian bangsa kita yaitu Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki berbagai macam suku dan adat tetapi tetap saja itu semua merupakan satu bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.



Upaya melestarikan Tari Gandrung antara lain :
1.      Memanfaatkan kesenian tradisional secara optimal dengan menghormati hak-hak sosial dan budaya masyarakat yang berkepentingan. Salah satu faktor rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan atas kesenian tradisional adalah kurangnya minat terhadap kesenian itu sendiri. Tidak jarang kesenian tradisional Indonesia lebih diapresiasi oleh pihak asing dibandingkan oleh masyarakat Indonesia. Beberapa karya adaptasi atas kesenian tradisional Indonesia justru dilakukan oleh seniman asing dan ternyata mendapat sambutan yang positif.
2.      Memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat dan para seniman tradisional mengenai arti pentingnya Tari Gandrung, agar di harapkan dari sosialisasi ini masyarakat dan para seniman dapat terus meneruskan kesenian ini.
3.      Melakukan dokumentasi yang komprehensif. Dokumentasi yang memadai atas kesenian tradisional Indonesia berfungsi sebagai mekanisme perlindungan defensif untuk menanggulangi penyalahgunaan (misappropriation) instrumen HKI terhadap pengetahuan tradisional Indonesia di luar negeri.
4.      Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun dapat mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.
5.      Dengan memberikan apresiasi terhadap kesenian ini, agar para seniman yang masih berjuang untuk melestarikan kesenian Tari Gandrung dapat bertahan untuk terus melestarikan dan para masyarakat dapat ikut untuk melestarikan Tarian itu.
6.      Membuat sanggar-sanggar tari yang mengajarkan tarian tersebut, agar dapat meregenerasikan kepada kaum muda dan mengadakan lomba-lomba antar sanggar bahkan sekolah, selain dapat terjadinya regenerasi dapat pula menambah daya minat untuk terus berlatih tarian ini hingga membuat kesenian ini tidak hilang.
7.      Dengan memberikan apresiasi terhadap kesenian ini, agar para seniman yang masih berjuang untuk melestarikan kesenian Tari Gandrung dapat bertahan untuk terus melestarikan dan para masyarakat dapat ikut untuk melestarikan Tarian itu. Karena tanpa apresiasi yang memadai akan berkurangnya minat terhadap kesenian ini.
8.      Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat saling membantu untuk melestarikan kesenian ini dengan cara mengadakan pertunjukan kesenian, agar dapat mempopulerkan dan mengenalkan kesenian ini di masyarakat luas.



























Sumber:






NAMA : TIO ULI PATRICIA
NO.REG : 4423107036
UJIAN AKHIR SEMESTER
“TRADISI ETNIK NUSANTARA”
TEMA : PELESTARIAN TRADISI PADA ERA GLOBALISASI
USAHA JASA PARIWISATA 2010
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

0 Response to ""LESTARIKAN KESENIAN TARI GANDRUNG""

Posting Komentar