Rumah Rakit merupakan rumah yang mengapung di atas Sungai Musi. Rumah ini terbuat dari kayu dan bumbu dengan atap kajang (nipah), sirap dan belakangan ini dengan atap seng (bahan yang lebih ringan).
Rumah Rakit adalah bentuk rumah yang tertua di kota Palembang dan mungkin telah ada pada Zaman kerajaan Sriwijaya. Dalam Komik China seperti Sejarah Dinasty Ming (1368-1643) buku 324, ditulis mengenai rumah rakit yang bentuknya tidak banyak berubah Pada Zaman Kesultanan palembang semua warga asing harus menetap di atas rakit termasuk warga Inggris, Spanyol, Belanda, Cina, Campa, Siam, bahkan kantor Dagang Belanda pertama berada di atas Rakit, lengkap dengan gudangnya.
Rumah rakit ini selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai gudang, industri kerajinan. Bahkan pada tahun 1900 an di bangun Rumah sakit di atas rakit karena di anggap mereka lebih sehat dan indah karena dapat melihat kehidupan di sepanjang aliran sungai musi.
Rumah limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda dan yang sejajar. Rumah limas yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu. Bangunan rumah limas biasanya memanjang ke belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan panjang mencapai 100 meter. Rumah limas yang besar melambangkan status sosial pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.
Bangunan rumah limas memakai bahan kayu unglen atau merbau yang tahan air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang disusun tegak. Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua undak-undakan kayu dari sebelah kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. Makna filosofis di balik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya anak perempuan tidak keluar dari rumah.
Memasuki bagian dalam rumah, pintu masuk ke rumah limas adalah bagian yang unik. Pintu kayu tersebut jika dibuka lebar akan menempel ke langit- langit teras. Untuk menopangnya, digunakan kunci dan pegas.
Bagian dalam ruangan tamu, yang disebut kekijing, berupa pelataran yang luas. Ruangan ini menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada perhelatan. Ruang tamu sekaligus menjadi "ruang pamer" untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Bagian dinding ruangan dihiasi dengan ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna keemasan. Tak jarang, pemilik menggunakan timah dan emas di bagian ukiran dan lampu- lampu gantung antik sebagai aksesori.
Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional Palembang. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua.
Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dan tanah air.Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran. Saat ini rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar dibandingkan membangun rumah biasa.
Rumah adat limas adalah tempat tinggal yang dipergunakan olehs ebuah keluarga untuk membina kehidupan kekeluargaan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hari-hari tertentu termasuk upacara-upacara ada yang ada hubungannya dengan keluarga tersebut.
Nama limas untuk rumah adat berasal dari kata-kata lima dan emas, dengan mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran, rukun damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera. Dengan demikian, rumah adat limas mengandung makna yang sangat mendalam dan merupakan simbolisasi dari suatu ungkapan yang antara lain diekspresikan dalam bentuk atap yang curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing.
Rumah adat limas akan selalu menghadap ke arah Timur atau Selatan, jarang menghadap ke arah Utara bilamana tidak diperlukan. Arah Barat sebaiknya dicegah, karena kurang sehat dan banyak menerima angin Barat pada waktu musim hujan di samping menghadap ke arah matahari terbenam. Rumah-rumah yang menghadap ke arah Timur, kecuali mendapatkan matahari pagi sehingga sehat, juga akan menerima jembisan angin laut pada waktu musim panas. Sesuai dengan kedudukan penghuninya di dalam masyarakat, rumah adat limas terbagi pula dalam tingkatan-tingkatan, yaitu dimulai dari tingkatan yang paling besar (15 x 28 depa atau 22,5 x 42 m2 untuk golongan demang sampai pangeran) sampai kepada yang kecil untuk anggota masyarakat biasa (7 x 20 depa atau 10,5 x 30 m2).
Induk rumah pada umumnya terdiri dari ruangan kepala keluarga, ruangan gegajah atau ruangan adat, rungan keputran dan ruangan keputren serta ruangan penganten. Pada rumah adat limas yang besar, kecuali ruangan-ruangan tersebut ada ruangan-ruangan paggar tenggalung, jogan, kekijing, ruangan untuk keluarga, untuk anak menantu, dapur dan sebagainya yang mempunyai luas keseluruhan sampai lebih dari 900 m2. Inti dari rumah adat limas adalah ruangan gegajah atau ruangan adat, merupakan ruangan yang paling besar dan paling luas dalam rumah. Lantainya terletak paling tinggi di kekijing ke lima dan d atas ruangan ini pula letak atap dari rumah induk, disangga oleh tiang-tiang inti yang tidak boleh ada sambungannya. Ruangan gegajah disebut juga sebagai ruangan wanita, oleh karena pelaksanaan semua upacara dan doa-doa dilakukan oleh kaum wanita di ruangan gegajah. Kaum pria tidak diperkenankan seorangpun ada di ruangan tersebut. Upacara-upacara yang dilakukan di ruangan gegajah, terdiri dari upacara kelahiran (syukuran), upacara khitanan, perkawinan dan kematian.
Bahan bangunan yang dipergunakan pada umumnya adalah kayu, yang dikumpulkan dengan sangat seksama sebelum rumah dibangun dankadang-kadang memakan waktu cukup lama. Untuk konstruksi utama atap (alang susunan) dipergunakan jenis kayu seru, yang pada saat ini sudah merupakan jenis kayu yang langka. Kayu ini tidak dipakai dibagian bawah rumah, karena tidak boleh terinjak kaki. Untuk tiang-tiang utamanya dipergunakan kayu uglen atau tembesu. Sambungan-sambungan sejauh mungkin dihindari, papan-papan untuk lantai dipasang dengan suatu sistem yang di Palembang diistilahkan sebagai lanang-betino.
Rumah adat limas diperkaya dengan ukiran-ukiran kayu, yang motif-motifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan sebagai perlambang dari kehidupan. Motif-motif berasal dari bunga seperti kembang tanjung, melati, teratai, mawar, dan lain-lain, dari daum maupun buah-buahan atau dahan dan batang. Motif ukir-ukiran tersebut terdapat pula pada alat-alat rumah tangga, antara lain tempat tidur, pada batik Palembang atau kain-kain songket.
Pada awal pembangunan, diadakan musyawarah antara pemuka-pemuka masyarakat tentang pengaturan pelaksanaan dan upacara-upacara selamatan. Pekerjaan dimulai dengan pemasangan tapa’an di dalam tanah, di tempat tiang-tiang didirikan nantinya. Tiang-tiang berbentuk bulat dengan garis tengah rata-rata 30 sampai 40 cm, sesuai dengan besar pohon yang ditebang. Menurut kepercayaan dan adat Palembang, hari yang baik untuk memulai dengan pekerjaan pembangunan rumah adat adalah hari Isnen (senin) pada awal bulan. Hari tersebut berdasarkan kepada empat peristiwa penting, yaitu bahwa pada hari Isnen, Allah SWT menjadikan segala yang tumbuh, pada hari Isnen tanggal 12 Rabi’ul-Awal pula Nabi Muhammad SAW dilahirkan, hijrah ke Madinah dan meninggal dunia. Bila pembangunan rumah telah selesai seluruhnya, sebelum rumah itu dihuni harus lebih dahulu didiami oleh tujuh orang janda (rangda). Kemudian, diadakan upacara selamatan sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT dengan iringan doa-doa untuk keselamatan para penghuninya di kemudian hari.
Musik jidur sudah terkenal di seluruh Sumatera Selatan, entah kapan lahirnya musik ini. Namaun musik jidur ini di bawa oleh kaum kolonial yang akhirnya menjadi musik kolonial. Musik ini sering di bawakan pada saat acara pernikahan dan acara perayaan lainnya.
Musik Jidur seirng di sebut juga dengan “Musik B’las” karena di mainkan oleh belasan orang dan ada juga yang menyebut Musik Jidur sebagai “Musik Brass” yang artinya kesenian musik yang alat musiknya merupakan alat tiup yang berasal dari logam.
Disebut musik jidur karena musik ini sering di pakai untuk mengiringi (Ngarak) pengantin dan yang paling menonjol pada jidur ini adalah alat musik yang bulat dan besar yang di pikul oleh 2 orang, dan kalau di tabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sehingga suasana lebih meriah.
Awalnya kesenian ini memerlukan 14 orang untuk memainkan 14 alat musik yang terdiri dari :
· 2 Buah Terompet
· 2 Buah Sak Alto / Saxopone Alto
· 1 Buah F Larinet / Clarinet
· 1 Buah Tenor Sak / Saxopone Tenor
· 1 Buah Bariton / Bariton Horn
· 1 Buah Tenor / Tenor Horn
· 3 Buah Alt Horn / Alto Horn
· 1 Buah Bass /Shau Shophon
· 1 Buah Tambur / Snare Dram
· 1 Buah Jidur / Bass Dram
Tetapi seiring perkembangan waktu personil yang memainkan jidur ini juga berkurang tidak sampai lagi 14 orang, tetapi walau tidak komplet musik yang di hasilkan tidak jauh berbeda.
Skin yang sering juga disebut jembio, rambai ayam (berbentuk menyerupai ekor ayam) atau taji ayam, adalah suatu artefak yang berupa senjata tusuk genggam yang bentuknya meruncing dengan tajaman di salah satu sisi bilahnya
Skin mempunyai kedudukan yang penting bagi seseorang, sehingga fungsinya tidak hanya sebagai senjata, melainkan juga sebagai benda keramat yang memiliki unsur kimpalan mekam atau kimpalan sawah (mempunyai kekuatan magis).
Skin adalah senjata yang bahan bakunya terbuat dari besi yang proses pengerjaannya dibuat oleh pandai besi di pedapuran tempat membuat alat-alat dari besi. Pada umumnya skin berukuran antara 25-30 cm (skin rambai ayam). Namun, ada pula skin yang lebih pendek berukuran antara 10-15 cm. Skin berukuran pendek ini biasa disebut sebagai taji ayam karena bentuknya menyerupai taji seekor ayam jantan.
Sarung skin dahulu terbuat dari kulit sapi atau kambing. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sarung skin saat ini banyak yang terbuat dari kulit sintetis yang pengerjaannya dilakukan oleh penjahit tas kulit. Sedangkan gagangnya terbuat dari kayu yang keras tetapi liat yang diukir sedemikian rupa sehingga memiliki nilai seni yang tinggi.
Skin sebagai hasil budaya anak negeri, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan tercermin dari bentuk skin yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah skin atau rambai ayam yang indah dan sarat makna.
Makanan khas Sumatera Selatan yang tidak asing lagi di telinga kita semua. Yang pertama kita punya pempek, Pempek adalah makanan khas yang berasal dari Palembang. Pempek terbuat dari ikan dan tepung terigu yang dibentuk sedemikian rupa dan disajikan dengan cuka berwarna cokelat atau hitam.
Pempek ini ada bermacam-macam jenis antara lain :
1. Pempek Kapal Selam - Pempek ini isinya telor dan merupakan pempek yang memiliki ukuran paling besar.
3. Pempek Adaan - Pempek ini juga tidak memiliki isi namun bentuk nya bulat kecil.
4. Pempek Keriting- Pempek ini berbentuk keriting karena adonan nya dibentuk menggunakan cetakan tertentu.
5. Pempek Pistel - Pempek ini bentuk nya tidak jauh beda dengan pastel, memiliki isi pepaya yang dimasak.
6. Pempek Kulit - Pempek ini memiliki tekstur yang lebih garing dari pempek lainnya karena terbuat dari kulit ikan.
7. Pempek Lenggang - Pempek ini biasanya dipotong kecil dan dicampur dengan telor dadar lalu digoreng.
8. Pempek Panggang - Pempek yang satu ini memiliki cara memasak yang berbeda karena adonan yang terbuat dari sagu di panggang bukan di goreng.
Kalau tadi kita bahas pempek khas Palembang, sekarang kita akan bahas makanan yang tidak kalah terkenal yaitu Kerupuk Bangka. Kerupuk Bangka adalah makanan yang digemari semua kalangan. Kerupuk Bangka yang lazim kita kenal adalah kerupuk yang berbentuk bundar pipih dan dimakan dengan sambal terasi. namun sebenarnya Kerupuk Bangka juga memiliki banyak jenis. Bahan dasar pembuatan semua Kerupuk Bangka hampir sama, hanya bentuk nya yang berbeda-beda. Ada kerupuk yang memiliki bentuk keriting kecil, bulat kecil seperti bola bekel, pipih tebal, dan pipih tipis.
Selain Kerupuk Bangka ada juga yang namanya Kemplang. nah Kemplang ini bisa kita temui di Bangka serta Lampung. Kemplang ini sebenarnya termasuk dalam kategori kerupuk namun memiliki tekstur yang lebih keras. Kemplang ada dua macam yaitu Kemplang Goreng dan Kemplang Panggang.
UTS Part 4
Indri Yanti
4423107038
0 Response to "Flokore Bukan Lisan Sumsel (Palembang)"
Posting Komentar