YESSICA
4423107044
UAS
Kota Semarang adalah adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah,Indonesia. Kota ini terletak sekitar 466 km sebelah timur Jakarta, atau 312 km sebelah barat Surabaya, atau 624 km sebalah barat daya Banjarmasin. Semarang berbatasan dengan Laut Jawadi utara, Kabupaten Demak di timur, Kabupaten Semarang di selatan, dan Kabupaten Kendaldi barat. Secara fisik, Semarang terletak di daerah pantai utara laut jawa. Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Hobersandar pada tahun 1405 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu). Dan keberadaan kuil Sam Po kong ini masih ada sampai sekarang dan dijadikan sebagai tempat wisata, sekaligus bukti sejarah di kota Semarang. Dan kuil ini konon sebuah mesjid yang dijadikan tempat persinggahan Laksamana Cheng Ho, seorang penjelajah asal Tiongkok yang beragama Islam.
Nama kota Semarang ini mempunyai cerita tersendiri. Ini dimulai dari kerajaan Demak yang merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam di daerah Jawa Tengah. Hiduplah seorang pangeran yang terkenal bernama Raden Made Pandan. Beliau terkenal sebagai seorang ulama dan seorang bangsawan. Banyak orang yang hormat dan segan terhadap beliau.beliau mempunyai seorang putra yang bernama Raden Pandanarang. Seperti halnya bapaknya Raden Pandanarang ini terkenal sebagai anak yang sopan, ramah, baik hati dan berbakti kepada orang tuanya. Kemudian Raden Made Pandan mengajak anaknya dan para pengiringnya untuk meninggalkan kesultanan Demak. Mereka pergi ke arah barat untuk mencari daerah baru yang akan ditempati. Berhari-hari dalam perjalanan, akhirnya Raden Made Pandan meminta berhenti dan merasa cocok dengan daerah yang dirasa cocok untuk didiami. Hutan itu pun dibuka dan didirikan pondok pesantren dan lahan pertanian. Di tempat baru tersebut Raden Made Pandan mengajarkan agama Islam kepada para pengikutnya. Lama kelamaan keberadaan tempat tersebut dan pondok pesantren itu mengundang banyak orang untuk datang menimba ilmu agama di tempat tersebut. Di tempat inilah Raden Made Pandan merasa senang hati hidup bersama putranya. Beliau berharap sang putra nantinya bisa menggantikanya untuk menjadi guru agama Islam di tempat mereka sekarang. Sebelum meninggal Raden Made Pandan berpesan kepada putranya Raden Pandanarang agar melanjutkan cita-ita beliau. Raden Pandanarang diminta untuk tidak meninggalkan daerah tersebut. Raden Pandanarang diminta untuk menyebarkan agama Islam di tempat itu serta mengelola tanah pertanian di sekitar derah itu.
Wasiat ayahnya itu benar-benar diperhatikan oleh Raden Pandanarang. Raden Pandanarang menjadi seorang guru agama yang menyampaikan ilmu agama Islam kepada masyarakat sekitar, serta mengelola lahan pertanian. Dari hasil pertanian didapatkan hasil panen bahan pangan yang melimpah. Dengan relatif singkat banyak orang datang untuk belajar ilmu agama Islam. Suatu hari Raden Pandanarang menggarap lahan pertanian bersama para pengikutnya, tiba-tiba terjadi sesuatu yang aneh. Di antara pohon yang hijau subur itu terdapat beberapa pohon asam yang tumbuh saling berjauhan. Orang-oarang yang melihat hal itu juga heran, mengapa di tanah yang subur itu tumbuh pohon asam yang saling berjauhan. Saat melihat kejadian itu Raden Pandanarang mengatakan bahwa daerah ini saya beri nama Semarang. Berasal dari kata Asem yang jarang-jarang. Demikianlah asal usul kota Semarang yang kini menjadi kota yang ramai di Jawa Tengah bahkan menjadi ibu kota propinsinya. Karena jasanya membuka dan mendirikan pertama kali kota Semarang, yaitu Raden Pandanarang, maka beliau diangkat langsung sebagai pimpinan serta mendapat gelar Ki Ageng Pandanarang I.
Sebagai pendiri desa, kemudian beliau diangkat menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pimpinan daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dan Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 rabiul awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu "secara adat dan politis berdirilah kota Semarang" . Masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun masa itu tidak dapat berlangsung lama karena sesuai dengan nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari hidup keduniawian yang melimpah ruah. la meninggalkan jabatannya, meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan melewati Salatiga dan Boyolali, akhirnya sampai ke sebuah bukit bernama jabalekat di daerah Klaten. Didaerah ini, beliau menjadi seorang penyiar agama Islam dan menyatukan daerah Jawa Tengah bagian Selatan dan bergelar Sunan Tembayat. Beliau wafat pada tahun 1553 dan dimakamkan di puncak Gunung Jabalkat. Sesudah Bupati Pandan Arang mengundurkan diri lalu diganti oleh Raden Ketib, Pangeran Kanoman atau Pandan Arang III (1553-1586), kemudian disusul pengganti berikutnya yaitu Mas R.Tumenggung Tambi (1657-1659), Mas Tumenggung Wongsorejo (1659 - 1666), Mas Tumenggung Prawiroprojo (1966-1670), Mas Tumenggung Alap-alap (1670-1674), Kyai Mertonoyo, Kyai Tumenggung. Yudonegoro atau Kyai Adipati Suromenggolo (1674 -1701), Raden Maotoyudo atau Raden Summmgrat (1743-1751), Marmowijoyo atau Sumowijoyo atau Sumonegoro atau Surohadmienggolo (1751-1773), Surohadimenggolo IV (1773-?), Adipati Surohadimenggolo V atau kanjeng Terboyo , Raden Tumenggung Surohadiningrat (?-1841), Putro Surohadimenggolo (1841-1855), Mas Ngabehi Reksonegoro (1855-1860), RTP Suryokusurno (1860-1887), RTP Reksodirjo (1887-1891), RMTA Purbaningrat (1891-?), Raden Cokrodipuro (?-1927), RM Soebiyono (1897-1927), RM Amin Suyitno (1927-1942), RMAA Sukarman Mertohadinegoro (1942-1945), R. Soediyono Taruna Kusumo (1945-1945), hanya berlangsung satu bulan, M. Soemardjito Priyohadisubroto (tahun 1946, 1949 - 1952 yaitu masa Pemerintahan Republik Indonesia) pada waktu Pemerintahan RIS yaitu pemerintahann federal diangkat Bupati RM.Condronegoro hingga tahun 1949. Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserah terimakan kepada M. Sumardjito. Penggantinya adalah R. Oetoyo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai Bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota melainkan mengurusi kawasan luar kota Semarang. Hal ini terjadi sebagai akibat perkembangnya Semarang sebagai Kota Praja. Pada tahun 1906 dengan Stanblat Nomor 120 tahun 1906 dibentuklah Pemerintah Gemeente. Pemerintah kota besar ini dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota). Sistem Pemerintahan ini dipegang oleh orang-orang Belanda berakhir pada tahun 1942 dengan datangya pemerintahan pendudukan Jepang. Pada masa Jepang terbentuklah pemerintah daerah Semarang yang di kepalai Militer (Shico) dari Jepang. Didampingi oleh dua orang wakil (Fuku Shico) yang masing-masing dari Jepang dan seorang bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintahan daerah Kota Semarang belum dapat menjalankan tugasnya karena pendudukan Belanda. Tahun 1946 lnggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda.Ini terjadi pada tangga l6 Mei 1946. Tanggal 3 Juni 1946 dengan tipu muslihatnya, pihak Belanda menaiigkap Mr. Imam Sudjahri, walikota Semarang sebelum proklamasi kemerdekaan. Tidak lama sesudah kemerdekaan, yaitu tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa kepahlawanan pemuda-pemuda Semarang yang bertempur melawan balatentara Jepang yang bersikeras tidak bersedia menyerahkan diri kepada Pasukan Republik. Perjuangan ini dikenal dengan nama Pertempuran Lima Hari. Selama masa pendudukan Belanda tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Narnun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian diluar kota sampai dengan bulan Desember 1948. daerah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan berturut-turut dipegang oleh R Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti dimasa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. tanggal I April 1950 Mayor Suhardi, Komandan KMKB. menyerahkan kepemimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, seorang pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri di Yogyakarta. Beliau menyusun kembali aparat pemerintahan guna memperlancar jalannya pemerintahan. Salah satu bukti sejarah yang terdapat di Semarang, adalah Tugu Muda di mana untuk memperingati pertempuran lima hari Semarang.
Tugu Muda ini merupakan sebuah monumen bersejarah kota Semarang yang dibangun untuk mengenang Pertempuran Lima Hari di Semarang melawan penjajah Jepang. Tugu Muda ini menggambarkan tentang semangat berjuang dan patriotisme warga semarang, khususnya para Remaja yang gigih, rela berkorban dengan semangat yang tinggi mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada Umumnya dan mempertahankan kota Semarang pada khususnya. Tugu Muda didirikan atas prakarsa Koordinasi Pemuda Indonesia. Namun, karena mengalami sebuah kendala dalam pendanaan, akhirnya rencana inipun gagal. Pada tahun 1951 dibentuklah Panitia Tugu Muda yang diketuai Subeno Sosro Wardoyo (Walikota Semarang pada saat itu). Desain Tugu Muda sendiri dirancang oleh Salim, sedangkan pada bagian relief dikerjakan oleh seniman yang bernama Hondro. Pada masa sekarang Kota Semarang dipimpin oleh wali kota Drs. H. Soemarmo HS, MSi dan wakil wali kota Hendrar Prihadi, SE, MM. Mereka memberikan sebutan baru untuk kota Semarang sebagai kota ATLAS, yaitu kota yang Aman, Tertib, lancar, Asri dan Sehat dan sebutan Semarang Setara, yang artinya kota Semarang sudah setara dan mampu bersaing dengan ibu kota-ibu kota yang ada di Indonesia. Di bawah ini adalah perubahan-perubahan secara fisik dari kota Semarang. Dulu : Kalisari Weg
Sekarang: Jl. Dr. Sutomo, terus menuju RSUP. Dr. Kariadi dan setelah jembatan belok ke kanan ke RSIA Anugerah
Sekarang: Jl. Dr. Sutomo, terus menuju RSUP. Dr. Kariadi dan setelah jembatan belok ke kanan ke RSIA Anugerah
Dulu : Jembatan Berok (sekitar tahun 1960an).
Sekarang: masih dengan fungsi yang sama, terus setelah jembatan adalah Kantor Pos Indonesia dan jalan Pemuda, belok kanan sebelum jembatan menuju Stasiun Besar Semarang Tawang.
Sekarang: masih dengan fungsi yang sama, terus setelah jembatan adalah Kantor Pos Indonesia dan jalan Pemuda, belok kanan sebelum jembatan menuju Stasiun Besar Semarang Tawang.
Dulu : Bangkong, Semarang.
Sekarang: fungsinya masih sama, ke kiri jalan MT.Haryono dan kanan adalah jalan Dr.Cipto (1 arah) 2012
Sekarang: fungsinya masih sama, ke kiri jalan MT.Haryono dan kanan adalah jalan Dr.Cipto (1 arah) 2012
0 Response to "Asal-usul Kota SEMARANG"
Posting Komentar