ABDUL AZIZ MUSLIM
4423107029
UTS KEANEKARAGAMAN GARUT 3


UPACARA - UPACARA ADAT DI GARUT



Upacara Ngalungsur

Ngalungsur atau tutun zimat atau pajang jimat.  Upacara tradisional yang dilakukan antara tanggal 12-14 maulid ini pada intinya dimaksudkan sebagai ungkapan penghormatan dari masyarakat terhadap sunan godog. Karena jasanya dalam menyebarkan agama islam di daerah garut. Ungkapan rasa hormat tersebut direalisasikan dengan cara Ngamumule yang artinya menjaga dan merawat benda-benda pusaka, seperti berbagai bentuk dan jenis keris, kitab al-quran, cis, skin dan sebagainya. Yang dianggap sebagai peninggalan sunan godog, melalui upacara ngalungsur.

Ngalungsur atau turun zimat memiliki makna dan maksud bahwa benda-benda pusaka peninggalan sunan godog itu sudah waktunya dikeluarkan dari dalam kandaga (peti) yang disimpan dibagian atas sebuah ruangan dekat kandaga, serta mengeluarkan benda-benda tersebut. Kandaga diturunkan, kemudian dibuka bagian penutupnya dan dikeluarkan satu persatu. Masing-masing benda pusaka untuk dimandikan dengan menggunakan air, dan dicampuri minyak wangi khusus pula dan berbagai macam kembang/bunga. Biasanya seorang juru kunci (kuncen) dipercayakan oleh 40 orang lebih anggota ikatan juru kunci (IKCI) Makam keramat godog dan diberi wewenang mengurus serta memandikan benda.

Biasanya seorang juru kunci dipercayakan oleh 40 orang lebih anggota ikatan juru kuncu (IKCI) makam keramat godong dan diberi wewenang mengurus serta memandikan benda-benda pusaka pada upacara ngalungsur itu. Sebelum dilakukan ngalungsur atau turun zimat diadakan dulu serimonial upacara yang dihadiri aparat pemerintah. Mulai camat hingga pejabat dari tingkat kabupaten, serta sejumlah anggota masyarakat luas yang sengaja datang, hendak menyaksikan upacara itu, disamping berziarah pada acara ini biasanya berisi sambutan baik dari pejabat pemerintah, maupun dari juru kunci sendiri. Demikian upacara ngalungsur atau turun zimat setiap satu tahun sekali dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat desa lebak agung kecamatan karangpawitan dan sekitarnya hingga sekarang masih meyakini bahwa benda-benda pusaka itu adalah peninggalan sunan godog alias prabu keyan santang, yang harus dijaga, dipelihara dan dilestarikan.

Upacara Seba

Upacara seba adalah suatu pengabdian kepada seseorang yang berkedudukan tinggi dengan disertai penyerahan suatu yang baik. Adapun penyerahan itu ditujukan kepada arwah-arwah leluhur, yaitu arwah prabu siliwangi dan kian santang, karena kedua tokoh tersebut mempunyai ilmu dan kesaktian yang tinggi, maka benda-benda peningalannya merupakan benda pusaka yang mempunyai kekuatan gaib yang bertuah. Upacara tradisional seba jatuh pada setiap hari rabu minggu ke 3 bulan muharam, pada malam kamis jam 19.30 atau bada isya di situs kabuyutan ciburuy.

Upacara 14 Mulud

Upacara 14 Mulud adalah upacara memperingati lahirnya kampung adat dukuh. Jadi tata cara yang diikuti upacara 14 Mulud adalah : sesudah sholat isya jam 8.00 malam, semua yang mau ikut upacara 14 Mulud kumpul di rumah kuncen mendengarkan dari halaman rumah kuncen. Kuncen menjelaskan wejangan atau penjelasan-penjelasan tentang hal kampung adat dukuh, sejarah dukuh dan sejarah yang berupa tulisan (sejarah yang ditulis) atau sejarah yang tidak ditulis disebut sejarah Maneling. Selain penjelasan-penjelasan sejarah juga dijelaskan bagaimana pelaksanaan upacara adat tanggal 14 Mulud.

Wasiat

Sesudah wejangan yang diberikan oleh kuncen selesai, dilanjutkan ke acara wasiat yang disampaikan oleh seseuh adat dukuh yang dianggap paling sepuh, yang pada waktu ini dilaksanakan oleh Ibu Iyah Mariyah. Cara – cara pelaksanaan : Ibu Iyah keluar dari rumah kuncen, digandeng oleh dua tokoh adat, empat pemuda dengan membawa tongkat. Tongkat ini khusus dibuat dari kayu sulangkar. Ibu Iyah duduk dihalaman rumah yang sudah dialasi oleh tikar. Dua tokoh yang menggandeng tadi duduk disebelah kiri dan kanan Ibu Iyah, serta pemuda yang beremapat berdiri diatas tanah didepan halaman yang diduduki oleh Ibu Iyah. Seterusnya Ibu Iyah memberikan wasiat yang berupa bahasa isyarat serta menjelaskan tentang hal kejadian zaman, dan tidak lewat juga kejadian yang akan datang. Selesai wasiat Ibu Iyah meninggalkna halaman rumah balik ke rumahnya diikuti oleh yang menggandeng tadi.


Pelaksanaaan Adus ( Mandi Berkah )

Sesudah selesai wasiat, semua yang hadir dirumah kuncen atau yang diluar menyerahkan kele yang diterima oleh wakil kuncen (Lawang), seterusnya oleh wakil kuncen semua kele disimpan dibelakang rumah Alit (rumah panggung) disampirkan di pagar. Semua yang mau ikut upacara 14 Mulud ini berangkat menuju ke jamban (pancuran suci) untuk melaksanakan Adus (mandi berkah). Yang mandi dibagi tiga sampai empat orang, sebab yang akan melaksanakan mandi sangat banyak. Mandi besar dipimpin oleh wakil kuncen, yaitu oleh Ki Oman dan Ki Korib yang ditugaskan menjadi wakil kuncen waktu ini. Pelaksanaan mandi besar diisaratkan oleh wakil kuncen yang duduk diatas pancuran sambil mengatur mengalirnya air. Pertama – tama wakil kuncen berdoa memberi tanda atau isyarat dengan ucapan : cuur keluar air banyak dari lubang air lalu ditampung oleh yang ada didalam kamar mandi juga langsung diguyurkan ke seluruh badan. Setelah selesai yang ini diteruskan lagi pada yang lainnya yang sudah antri atau menunggu diluar kamar mandi. Begitu dan begitu terus pelaksanaan mandi itu. Wakil kuncen berdiri memimpin mandi hingga kurang lebih sampai jam tiga subuh.

Ngabungbang

Yang sudah beres mandi dari kamar kamar mandi lalu pulang lagi, ada juga yang masuk lagi kerumah kuncen dan ada juga yang diam diteras rumah kuncen, menunggu acara ngabungbang. Acara ngabungbang dimulai, wakil-wakil kuncen mengisi kele-kele (alat-alat) yang disimpan dibelakang rumah kecil, lalu sebelum di isi air, air itu diberi doa dahulu, setelah selesai di isi semua kele lalu dimasukan ke rumah kecil. Kuncen dan wakil kuncen masuk ke rumah kecil sambil membawa peralatan pusaka adat kampung dukuh. Yang masuk kerumah kecil hanya kuncen dan wakil kuncen saja, yang lainnya tidak boleh masuk. Kuncen memberikan doa kesemua air yang ada. Setelah berdoa lalu membersihkan alat pusaka yaitu keris pusaka yang disebut silember dan keris lainnya. Selama kuncen dan wakil kuncen melaksanakan acara didalam rumah kecil, yang ada dirumah kuncen memukul terebang sambil membaca sholawat, yang diluar juga ikut membaca sholawat. Namun ada juga yang diluar diantaranya khusus yang belajar ilmu dan juga yang mematangkan ilmu, ada juga diantaranya sesepuh adat kampung dukuh yang diberi ilmu oleh wakil-wakil kuncen setelah beres acara didalam rumah kecil. Setelah selesai acara didalam rumah kecil, semua kele dikeluarkan lagi lalu disandarkan ke pagar. Ada yang diambil kembali oleh yang punya yang sudah menunggu diluar pagar rumah kecil, dan ada juga yang diambil pagi-pagi. Upacara Ngabungbang selesai semuanya pergi ke mesjid jami. Kuncen keluar dari rumah kecil lalu ke mesjid untuk melaksanakan shalat subuh dengan berjamaah. Pagi – pagi para tamu berkumpul lagi dirumah kuncen, ada yang mau pamitan pulang ke desanya ada juga yang bilang akan tidur lagi dikampung dukuh, maksudnya akan pergi berziarah pada hari sabtu.





0 Response to " "

Posting Komentar